Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI SRAGEN
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2021/PN Sgn Candra Dwi Mulyaningtyas binti Sudaryono Kepolisian Resort Sragen cq Satreskrim Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 15 Jul. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2021/PN Sgn
Tanggal Surat Kamis, 15 Jul. 2021
Nomor Surat --
Pemohon
NoNama
1Candra Dwi Mulyaningtyas binti Sudaryono
Termohon
NoNama
1Kepolisian Resort Sragen cq Satreskrim
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Sragen,    Juli 2021
Kepada Yang Mulia
Ketua Pengadilan Negeri Sragen
Pengadilan Negeri Sragen
Jl. Sukowati No. 253 Karangduwo,
Sragen Tengah
Di-
Sragen- Jawa Tengah

Perihal    :   Permohonan Pra-peradilan atas Nama Candra Dwi Mulyaningtyas binti Sudaryono terhadap Penetapan sebagai Tersangka, Penangkapan serta Penahanan dalam dugaan Tindak Pidana Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Penyidik Kepolisian Resort Sragen;
Dengan Hormat,
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Tertanggal____Juli 2021, selanjutnya, perkenankanlah kami :----------------------------------------------
Hidayatun Rohman Al-Muflih, S.H., M.H.,Tandyono Adhi Triutomo, S.H.,
Afrizal Surya Atmaja, S.H.,
kesemuanya adalah Advokat/ Penasehat Hukum pada;
Kantor Hukum/ Law Office
"ASTAKA"
Beralamat di Jl. Danyang-Kuwu, Km.07 Ngraji, Purwodadi, Kab. Grobogan- Jawa Tengah. 58114
Dalam hal ini baik sendiri-sendiri atau bersama-sama bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa, guna kepentingan hukum;----------------------
Nama        :Candra Dwi Mulyaningtyas binti Sudaryono;----------------
Umur        :41 Th;-----------------------------------------------------------------
Agama    : Islam;-----------------------------------------------------------------
Pekerjaan    : Wiraswasta (Leveransir) ;---------------------------------------
Alamat    : Perum Cahaya  Griya Mandiri Blok A No.12;-------------
Sebagai Tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
selanjutnya disebut sebagai  --------------------------------------------------------- PEMOHON;
——————————–M E L A W A N——————————–
Kepolisian Negara Republik Indonesia cq. Kepolisian Daerah Jawa Tengah cq. Kepolisian Resort Sragen cq. Satreskrim Polres Sragen yang beralamat di Jl.Bhayangkara, No. 05, Sragen- Jawa Tengah, 57211 selanjutnya disebut sebagai -----------------------------------------------------------------------------------------------TERMOHON;
Dengan ini Pemohon mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penetapan sebagai Tersangka, Penangkapan dan Penahanan dalam dugaan Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Termohon.
Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :
1.    Bahwa Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Form of Regiminis, tentunya menjadi sebuah standart baku, mengenai Bentuk Institusi dalam negara dan Prosedur ketata-negaraan, yang mengatur mengenai bentuk-bentuk organ dan bagaimana mengatur kekuasaannya, mencakup pula hubungan antar organ negara dan hubungan organ negara dengan masyarakatnya;--------------

2.    Bahwa Dalam Form of Regiminis Negara Indonesia, dalam pasal 1 ayat (3), telah menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sehingga segala sesuatu yang dilakukan dalam wadah negara, haruslah tunduk pada panglima tertingginya, yaitu : Hukum. Dengan juga menjadi sebuah ciri wajib negara hukum, bahwa pengakuan atas Human Right, menjadi satu kesatuan tak terpisahkan dalam “rule” nya. Sehingga, apabila dalam sebuah negara hukum, ada tindakan yang tidak berdasarkan ketentuan hukum, terlebih melanggar Hak Asasi Manusia yang telah ditetapkan didalamnya, maka ini merupakan sebuah tindakan in-konstitusional dan merupakan pencederaan atas Hak Asasi Manusia, yang seharusnya menjadi nyawa dalam sebuah negara hukum; -----------------------------------------------------------------------------------

3.    Bahwa Lembaga Praperadilan pada hakikatnya juga merupakan salah satu wujud implementasi negara hukum, lembaga ini hadir sebagai tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP, telah berpandangan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan atas kewenangannya. Hal ini bertujuan agar hukum dapat ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia tetap terjaga, walaupun seorang telah ditetapkan sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan, secara administratifnya. Di samping itu, Lembaga Praperadilan bertujuan sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan. Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan harus lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dan Fairness dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka, serta tidak melupakan asas Presumse of Innocence sebagai bentuk penerapan hukum yang beradab; -------------------------------------------------

4.    Bahwa dalam kongkretnya, Praperadilan diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya Pasal 1 angka 10, Pasal 77 s/d Pasal 83, Pasal 95 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 97 ayat (3), dan Pasal 124. Adapun yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP adalah : Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :
a.    Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b.    Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

5.    Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konsitusi No. 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, telah memperluas objek Praperadilan, sebagaimana kutipan dalam putusannya :-------------
Mengadili,
Menyatakan :
1.    Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
o    [dst]
o    [dst]
o    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
o    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
dengan menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
6.    Bahwa Mahkamah Konstitusi beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),”.Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka  untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu;--------------------------------------------------------------------

7.    Bahwa dalam pertimbangannya, Menurut Mahkamah, KUHAP tidak memiliki check and balance system atas tindakan penetapan tersangka oleh penyidik karena tidak adanya mekanisme pengujian atas keabsahan perolehan alat bukti. “Hukum Acara Pidana Indonesia belum menerapkan prinsip due process of law secara utuh karena tindakan aparat penegak hukum dalam mencari dan menemukan alat bukti tidak dapat dilakukan pengujian keabsahan perolehannya” dalam salah satu kutipan pertimbangan putusan oleh Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya, mengingat bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar), dan Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat Erga Omnes (berlaku umum), maka dapat dan haruslah putusan in menjadi dasar pemeriksaan pada Lembaga Praperadilan; ---------------------------------------------

8.    Bahwa dalam faktanya, Pemohon tidak pernah dilakukan Pemeriksaan dalam kapasitas Pemohon sebagai calon tersangka, sebagaimana yang telah menjadi ketentuan dari Putusan Mahkamah Konstitusi, melalui putusannya No. 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015. Untuk mendapatkan sebuah transparansi dan perlindungan hak, maka perlulah seorang diberikan kesempatan awal melakukan klarifikasi, atas kemungkinan keterlibatan pihak dalam sebuah kejadian pidana;--------------------------------------------------------------
 
9.    Bahwa, mengingat Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan Penyidikan, maka : pendalaman sebuah perkara harus dilakukan dengan cermat, tidak malah justru membalik prosesnya dengan Menetapkan seorang sebagai tersangka dan melakukan penahanan atas dirinya, barulah dilakukan pemeriksaan. Jelas hal ini merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan asas dan semangat yang ingin diwujudkan dalam perumusan KUHAP sebagai “rule” pengaplikasian hukum pidana yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia didalamnya;-------------------------------------------------------------------

10.    Bahwa selanjutnya Terhadap Surat Pemanggilan Pemohon oleh Penyidik dan Upaya Paksa berupa Membawa Pemohon oleh Penyidik, dan Pengalihan Status Pemohon yaitu berupa,
I.    Surat Penggilan Ke- I, SP.Gil/78/IV/2021/Reskrim ditandatangani Kasat Reskrim selaku Penyidik tanggal 8 April 2021, untuk menghadap dan didengar keterangannya sebagai Saksi pada tanggal 11 April 2021;
II.    Surat Penggilan Ke- II, SP.Gil/85/IV/2021/Reskrim ditandatangani Kasat Reskrim selaku Penyidik tanggal 13 April 2021, untuk menghadap dan didengar keterangannya sebagai Saksi pada tanggal 21 April 2021;
III.    Surat Penggilan Ke- I, SP.Gil/113/V/2021/Reskrim ditandatangani Kasat Reskrim selaku Penyidik tanggal 27 Mei 2021, untuk menghadap dan didengar keterangannya sebagai Saksi pada tanggal 04 Juni 2021;
IV.    Surat Penggilan Ke- I, SP.Gil/132/VI/2021/Reskrim ditandatangani Kasat Reskrim selaku Penyidik tanggal 18 Juni2 021, untuk menghadap dan didengar keterangannya sebagai Saksi pada tanggal 21 Juni 2021;
V.    Surat Penggilan Ke- II, SP.Gil/148/VI/2021/Reskrim ditandatangani Kasat Reskrim selaku Penyidik tanggal 25Juni 2021, untuk menghadap dan didengar keterangannya sebagai Saksi pada tanggal 25Juni 2021;
Kemudian diterbitkan Surat Perintah Membawa Tersangka/ Saksi No. S.Pgl/139/VI/2021/reskrim tanggal 25 Juni 2021, ditandatangani Kasat Reskrim selaku Penyidik, untuk membawa menghadapkan tersangka/ saksi yaitu Pemohon, dengan pertimbangan pada Surat :
"Bahwa untuk kepentingan pemeriksaan dalam rangka penyidikan tindak pidana, perlu mengambil tindakan hukum membawa tersangka/ saksi karena tidak memenuhi surat panggilan yang sah tanpa memberi alasan yang patut dan wajar, maka dianggap perlu mengeluarkan surat perintah ini"
Kemudian diterbitkan Surat Pengalihan Status Pemohon dari Saksi Menjadi Tersangka oleh Pihak Termohon, melalui Surat No. SP. TAP/26/VI/2021/Reskrim tertanggal 26 Juni 2021 ditandatangani oleh Kasat Reskrim Selaku Penyidik;
11.    Kemudian Terhadap Surat Perintah Penangkapan : SP. Kap / 54/VI/2021/ Reskrim, yang ditandatangani Kasat Reskrim selaku Penyidik Polres Resort Sragen, tertanggal 26 Juni 2021, didalam pertimbangan Surat Perintah Penangkapan atas Pemohon, menyebutkan bahwa :----------------------------------
“Pertimbangan : Bahwa untuk kepentingan Penyelidikan dan/atau Penyidikan, tindak pidana, perlu dilakukan tindakan hukum berupa penangkapan terhadap seseorang yang karena keadaannya dan/atau karena perbuatanya diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup"
Dengan memberikan perintah kepada Aparat yang tidak ada unsur dari Polwan, sedangkan jelas surat perintah tersebut untuk melakukan penangkapan terhadap Pemohon yang ber-gender Perempuan;
12.    Bahwa sebagaimana telah dijelaskan diatas sebelumnya, mengenai alasan Permohonan Praperadilan ini : Bahwa Termohon tidak memberikan suatu bentuk dasar kongkret dari 2 alat bukti dalam menetapkan status Pemohon dan upaya Paksa atas diri Pemohon berupa penahanan yang jelas hal tersebut berkaitan langsung dengan Hak Asasi pemohon, untuk diperlakukan dengan memperhatikan martabat serta bentuk fairness yang bebas dari kesewenang-wenangan. Dari bentuk administrasi serta tindakan yang dilakukan Termohon ADALAH BENTUK PENCEDERAAN ATAS HUKUM DAN TINDAKAN SEWENANG-WENANG YANG SERTA BERTENTANGAN DENGAN UNDANG-UNDANG YANG BERLAKU, SEHINGGA PENANGKAPAN TIDAK SAH DAN PEMOHON HARUS DILEPASKAN DARI SEGALA UPAYA PAKSA YANG DILAKUKAN TERMOHON;-----------------------
 
13.    Bahwa Penetapan status tersangka kepada seorang, adalah hasil akhir dari tindakan Penyelidikan dan Penyidikan. Merujuk pada KUHAP pasal 1 angka (1) s/d (5) jo. Perkapolri 06 Tahun 2019 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana :
“Yang dimaksud dalam undang-undang ini dengan:
1. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan;
2. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya;
3. Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini;
4. Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan;
5. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini;”
Selanjutnya, dengan juga melihat aturan internal Penyidikan Polri, yang diatur melalui : Peraturan Kapolri No. 6 tahun 2019 tentang manajemen Penyidikan Tindak Pidana, pada  Paragraf 3, mengenai Upaya Paksa pada Pasal 16 dan 17:
“Pasal 16
(1) Upaya paksa meliputi:
a. pemanggilan;
b. penangkapan;
c. penahanan;
d. penggeledahan;
e. penyitaan; dan
f. pemeriksaan surat.

(2) Upaya Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didahului dengan penyelidikan

Pasal 17
(1) Pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf (a) dilakukan secara tertulis dengan menerbitkan surat panggilan atas dasar Laporan Polisi dan surat Perintah Penyidikan.

Kemudian dalam Peraturan Kabareskrim No. 03 Tahun 2014 Tentang SOP Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana, Huruf C SOP Pemanggilan, Pada Angka 3
"Pelaksanaan Pemanggilan
a. Pemanggilan dapat dilakukan untuk saksi tersangka dan ahli;
b. Pemanggilan yang dilakukan di dalam negeri ...
    angka 2 sub huruf (c) :Waktu Pemanggilan diperkirakan 3 hari setelah surat panggilan diterima oleh pihak yang dipanggil     
    Angka 3 sub huruf (f) tahap pengiriman : pemanggilan terhadap saksi dan ahli dapat dilakukan melalui sarana komunikasi lainnya (fax, telepon, email, dll) berdasarkan kesepakatan antara petugas dengan pihak yang dipanggil, selanjutnya secara administratif surat panggilan diberikan pada saat pemeriksaan dilakukan
    Angka 4
Tahap Penerimaan Surat Panggilan : catatan dalam Perkap No. 14 Tahun 2012 pasal 31 ditentukan tentang Syarat penerbitan DPO, akan menjadi perhatian
a. Apabila Saksi/ Tersangka tidak memenuhi panggilan atau menolak tanpa memenuhi alasan yang patut dan wajar, maka penyidik membuat surat panggilan ke-II disertai dengan surat perintah Membawa
b. Apabila Saksi/ tersangka yang dipanggil memberikan alasan ketidak- hadiran yang patut dan wajar, maka panggilan berikutnya ditentukan berdasarkan kesepakatan
c. Apabila Saksi/tersangka yang dipanggil tidak memberikan alasan yang patut dan wajar, maka dilakukan evaluasi untuk menentukan panggilan Ke-II "

14.    Bahwa dari penjelasan diatas, didapatkan simpulan bahwa : Tindakan penyelidikan dan penyidikan, juga menurut Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan “penyidikan”.-------------------------------------------------------------------------------------

15.    Bahwa patut diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Dalam istilah Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode/ sub, daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, hingga diserahkanya berkas lengkap tersebut, kepada penuntut umum;---------------------------------------------------------

16.    Bahwa selanjutnya, Yahya Harahap (Ibid, hal. 102) juga mengatakan bahwa jika diperhatikan dengan seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia. Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan;--------------------------

17.    Bahwa Penangkapan adalah salah satu upaya paksa yang dilakukan oleh aparat, yang langsung bersinggungan dengan Hak Asasi Manusia, atas martabat dan kebebasannya, maka upaya ini haruslah sesuai dengan prosedur dan Bukan merupakan “langkah awal” penanganan sebuah perkara, namun merupakan upaya terakhir yang merupakan simpulan dari Penyelidikan/ Penyidikan tindak pidana. Pun apabila melihat bahwa Perlindungan Hak Asasi Manusia dan penghargaan atas harkat martabat seorang oleh hukum yang dikedepankan dalam KUHAP, dalam hal penangkapan juga telah dituangkan dalam: -------------------------------------------
Pasal 19
(1) Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat dilakukan untuk paling lama satu hari;
(2) Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah.
Waktu penangkapan yang diberikan satu hari tersebut adalah diberikan untuk menjamin kepastian dan ketepatan yang akan di tangkap, hal ini merupakan makna Implisit yang harus dipahami bahwa segala bentuk upaya paksa merupakan langkah terakhir yang ditempuh, dalam menegakan hukum tanpa mencederai Hak Asasi Manusia serta Harkat dan Martabatnya.-----------------------------
18.    Bahwa sejalan dengan hal tersebut, berkaitan dengan Penangkapan, juga harus memenuhi persyaratan telah dipanggil secara layak 2 (dua) kali. Hal ini secara implisit dapat kita pahami bersama bahwa Perumus KUHAP, dalam membuat pasal per pasalnya, telah berupaya untuk berlaku secermat mungkin, agar Pelaksanaan Hukum Pidana bisa dijalankan dengan Fairness dan Ballance;-------------------------------------------------------------------------------------
 
19.    Bahwa Berdasarkan uraian singkat diatas, kegiatan penyelidikan dan penyidikan merupakan dua hal yang tidak dapat berdiri sendiri dan dapat dipisahkan. Berkenaan dengan Pemohon yang tidak diberikan Dasar pertimbangan yang sama sekali yang sesuai dengan Faktanya (mengenai Pemanggilan yang sah), maka upaya paksa Penangkapan Pemohon oleh Termohon, dengan atau tanpa surat perintah penyelidikan dapat dikatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan dengan semua efek hukum atas penangkapan tersebut;--------------------------------------------------------

20.    Bahwa Berdasarkan ketentuan Pasal 18 KUHAP ayat (1), telah diatur mengenai penangkapan dengan tata cara sebagai berikut :
Pasal 18 ayat (1)
Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa;
21.    Bahwa selanjutnya dalam Faktanya, Pemohon ditangkap secara berurutan yang diawali dari penerbitan Surat Penggilan Ke- II, SP.Gil/148/VI/2021/Reskrim ditandatangani Kasat Reskrim selaku Penyidik tanggal 25 Juni 2021, untuk menghadap dan didengar keterangannya sebagai Saksi pada tanggal yang sama yaitu 25 Juni 2021, yang kemudian Pemohon dibawa oleh pihak Termohon yang tidak diketahui oleh Keluarga maupun pihak lingkungan setempat untuk kepentingan membawa Pihak Pemohon tersebut, kemudian, dengan tanpa kejelasan mengenai waktu kapan Pemohon dibawa dengan batasan waktu 1x24 jam semenjak Upaya Paksa tersebut dilakukan;--------------------------------------------------------------------

22.    Bahwa pemohon tidak tahu mengenai kejadian apa yang sedang menimpanya tersebut secara tiba-tiba, dan didalam Mobil tersebut, Pemohon dibawa oleh Termohon bersama 6 orang anggota Polri tanpa ada anggota Polwan, tanpa kejelasan yang diketahui oleh Pihak Keluarga Pemohon maupun lingkungannya;----------------------------------------------------------------------

23.    Bahwa setelah Pemohon dibawa oleh Pihak Termohon pada tanggal 25 Juni 2021, hingga waktu Permohonan ini diajukan, Pemohon tidak diberikan kesempatan untuk menghubungi keluarganya, sehingga kepanikan yang dialami dalam keluarga, yang satu sisi tidak mengetahui dimana Pemohon berada, menjadi satu dalam kebingungan semua keluarga besar;-----------------
 
24.    Bahwa saat dilakukan upaya paksa terhadap diri Pemohon, yaitu dalam hal perintah membawa, yang kemudian berlanjut pengalihan status hingga penangkapan dan penahanan, tidak pernah ada pemberitahuan resmi diawal kegiatan tersebut ataupun turunan salinan surat penangkapan atas diri Pemohon tidak pernah diterima pihak Keluarga dalam lingkungan Tinggal Pemohon. Hal ini jelas bertentangan dengan KUHAP pasal 18 Ayat (3) yang menyebutkan : “Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan”.
Sehingga, berdasarkan uraian diatas. Bahwa Pengakapan yang dilakukan kepada Pemohon oleh Termohon adalah Tidak sesuai Prosedur Hukum yang berlaku, sehingga mencederai hak-hak Pemohon. Maka atas kesewenang-wenangan tindakan Penangkapan tersebut, haruslah dinyatakan Cacat Hukum dan Tidak Sah Upaya Membawa, Penangkapan serta penahanan tersebut;-------------------------------------------------------------------------------------------

25.    Bahwa setelah Pemohon ditangkap, selanjutnya dilakukan Penahanan oleh Termohon, namun dalam hal tersebut, Keluarga masih belum mengetahui mengenai status Pemohon dan keselanjutannya. Dikarenakan sejak sebelum Penangkapan dan/ atau dibawanya secara Paksa Pemohon tidak pernah ada Pemberitahuan apapun, yang tiba-tiba dilakukan Penangkapan, selanjutnya pun dalam hal dilakukan penahanan atas diri Pemohon, Pada Faktanya : bahwa Pihak Keluarga pada Lingkungan Alamat Tempat Tinggal Pemohon tidak pernah mendapatkan surat/ pemberitahuan apapun terkait Penahanan yang dilakukan oleh Termohon;-------------------------------------------------------------

26.    Bahwa seharusnya, terhadap suatu tindakan Penahanan atas seorang, merujuk pada Ketentuan yang telah diatur dalam KUHAP Pasal 21 ayat (2) jo (3) :
(2) Penahanan atau/ penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan;

(3) Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya;

Yang pada Faktanya, Pihak keluarga pada tempat tinggal domisili Pemohon tidak Pernah diberikan Keterangan resmi apapun atas peristiwa awal Upaya Paksa Membawa yang berujung pada penangkapan dan penahanan terhadap diri Pemohon, kondisi dan status Pemohon oleh Termohon;---------------------------------

27.    Bahwa tindakan Termohon lagi-lagi pada faktanya telah mencederai hak-hak Pemohon dalam Due Process Model penanganan perkaranya, yang jelas hal ini telah juga mencederai keselanjutnyan Hak yang seharusnya diperoleh Pemohon sebagaimana diatur dalam pasal 59 KUHAP :
“Pasal 59
Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya.”

Berdasarkan uraian diatas tersebut, telah jelas bahwa Tindakan yang dilakukan Termohon, merupakan Pelanggaran atas perlindungan Hak- hak Hukum Pemohon, maka dari itu, penahanan yang tidak sah dan tidak sesuai Prosedur, serta peraturan yang berlaku, selanjutnya Pada Hakim yang memeriksa dan memutus perkara A Quo, Mohon dapat dapat menyatakan tidak sah/ cacat hukum dan selanjutnya membatalkan Penahanan atas diri Pemohon , Demi Hukum;----------------------------------------------------------------------

28.    Bahwa dalam Surat Perintah Penahanan terhadap diri Pemohon : SP. Han/ 84/ VI/ 2021/ Reskrim, tertanggal 27 Juni 2021, dalam pertimbanganya dijelaskan :
“bahwa untuk kepentingan Penyidikan dan berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh bukti yang cukup, tersangka diduga keras melakukan tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan, tersangka di Khawatirkan melarikan diri, merusak barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana, maka perlu dikeluarkan surat perintah ini”

Selanjutnya, merujuk pada Putusan Mahkamah Konsitusi No. 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Putusan ini didasarkan untuk mempertajam sisi Kepastian Hukumnya, karena dijelaskan dalam Pertimbangan mahkamah : dalam KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, sehingga demi kepastian Hukumnya, harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP :
(1) Alat bukti yang sah ialah:

a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.

(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dalam SP. Han/ 84/ VI/ 2021/ Reskrim, tertanggal 27 Juni 2021, haruslah menyebutkan dasar pertimbangan yang kongkret serta tunduk dan mengikuti ketentuan yang telah diputuskan oleh Mahkamah melalui putusannya No. 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015. Sehingga, apabila hal tersebut tidak dilakukan, maka Penahanan yang dilakukan atas Pemohon Harus Dihentikan dan Pemohon di Lepaskan, karena cacatnya hukum atas Penahanan tersebut;----------------------------------

29.    Bahwa Indonesia adalah Negara Demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan Negara. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan;-----------------------------------------

30.    Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Selanjutnya, menurut Sudikno Mertukusumo (dalam Hukum Pidana I) kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati;-----------------------------

31.    Bahwa prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’.--------------------

32.    Bahwa Terhadap perkara sebagaimana dimuat dalam Laporan Polisi No. LP.B/34/III/2021/Jateng/Res Sragen, tertanggal 19 Maret 2021, atas Objek Perakra dan Pihak-pihak ada dalam Laporan Polisi Tersebut, berjalan pula Perkara Perdatanya yaitu Gugatan Wanprestasi di Pengadilan Negeri Surabaya dengan No.Perkara 489/Pdt.G/2021/PN.SBY, hal tersebut pula telah disampaikan dan diketahui oleh Pihak Termohon selaku penyidik.
    Bahwa dengan merujuk pada Peraturan mahkamah Agung R.I No. 1 tahun 1956 "Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu" ; --------

Berdasarkan pada alasan-alasan hukum dan fakta-fakta yuridis yang telah disampaikan diatas dalam permohonan ini, Pemohon mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Sragen– agar berkenan menetapkan sebagai berikut :---------------------------------------------
1.    Menerima permohonan Pemohon untuk seluruhnya beserta akibat hukumnya;--------------------------------------------------------------------------------------------------
2.    Menetapkan TIDAK SAH atas ;
-    Penetapan Termohon terhadap diri Candra Dwi Mulyaningtyas binti Sudaryono sebagai Tersangka atas adanya dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;--------------------------------------------------------------
-    Upaya Paksa Membawa, Penangkapan dan Penahanan oleh Termohon atas diri Pemohon;--------------------------------------------------------------------------
3.    Menetapkan menghentikan penyidikan dan Penahanan atas diri Candra Dwi Mulyaningtyas binti Sudaryono;-------------------------------------------------------------------------------------
4.    Memulihkan hak Candra Dwi Mulyaningtyas binti Sudaryono dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya seperti semula;--------------------------------
5.    Melepaskan dan/ atau membebaskan Candra Dwi Mulyaningtyas binti Sudaryono dari Penahanan pada Rumah Tahanan Negara di Polres Sragen, Jl. Bhayangkara No. 05 Sragen- Jawa Tengah;---------------------------------------------------------------
6.    Menetapkan biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.------------------------------
PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Ketua Pengadilan Negeri Sragen cq Yang Mulia Majelis Hakim- yang memeriksa dan mengadili Perkara ini dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.
Demikian Permohonan Praperadilan ini kami buat dengan seksama dan yang sebenarnya.
Hormat Kami
Kuasa Hukum Pemohon


Hidayatun Rohman Al-Muflih, S.H., M.H.,

Tandyono Adhi Triutomo, S.H.,

Afrizal Surya Atmaja, S.H.,

 

Pihak Dipublikasikan Ya